privat room.,

all about my world., just for fun, jus for share, because i can't really talk very well. just thinking and writting anymore

Selasa, 12 April 2011

hasil survey pengawasan media

Berdasarkan hasil diskusi bersama guru SD, dalam rangka survey penelitian "Literasi media pada anak sekolah dasar", pada umumnya media dipahami sebagai alat untuk membantu pembelajaran. Media merupakan benda tidak bergerak yang bisa menimbulkan efek positif maupun negatif, tergantung dari pemakaian seorang. Guru mengakui bahwa media bukan lagi barang mewah. Kini media telah erat dalam kehidupan anak, bahkan melekat di keseharian mereka. terdapat media cetak dan media elektronik, para guru mengatakan media elektronik jauh lebih erat di kehidupan anak. hal ini disebabkan minimnya budaya baca, juga kurangnya faktor pembiasaan dari orang tua. Berikut adalah media yang diyakini paling sering dikonsumsi anak:

1. TV
2. Game online
3. Playstation
4. Internet
5. Handphone
6. Komputer/Leptop
7. Game tendo

Anak biasa mengonsumsi media di wakto sore, umumnya menonton tv selama dua jam. Hal itu dilakukan pada hari sekolah. Anak akan lebih leluasa menggunakan media pada hari libur, khususnya untuk menonton TV, aktivitas ini dapat dilakukan satu hari non-stop. Para guru cenderung tidak mengetahui aktivitas anak di luar sekolah dan rumah. Mereka yakin anak telah mengonsumsi internet, playstation, dan game online, namun tidak tahu konten yang dikonsumsi anak. penggunaan handphone hanya sebatas pada anak kelas menengah ke atas. Peraturan sekolah melarang anak membawa handphone, kecuali dengan izin khusus. Namun demikian, beberapa anak sering melanggar peraturan, dan pernah terjadi kasus penyalahgunaan handphone untuk tindak asusila, yakni melihat tayangan pornografi. Hal ini sangat disayangkan terjadi pada Siswa SD, sebagai generasi bangsa yang seharusnya mengenyam pendidikan dengan akhlak berkualitas.

Sumber informasi penggunaan media pada anak sebagian besar dari teman, selain itu dari informasi yang berkembang di masyarakat, serta proses belajar otodidak.. hanya sedikit anak yang mengetahui media dari saudara, bahkan tidak ada guru yang mengatakan sumber informasi yang berasal dari orang tua atau keluarga.

Para guru cenderung kurang mengawasi aktivitas anak dalam mengonsumsi media. Mereka cenderung membatasi peran di lingkungan sekolah saja. Pendidikan media pun belum disampaikan dengan baik, baru sebatas nasihat atau perkataan biasa. Materi tentang media yang tercakup dalam sub materi globalisasi sudah diberikan di kelas 4, 5, dan 6. Sehingga, pendidikan media menjadi satu dalam materi tersebut.

Sebagian besar guru SD belum mengetahui konsep literasi media, sehingga penyampaian pendidikan media pada anak pun hanya dilaksanakan alakadarnya. Mereka menghendaki adanya kerjasama berbagai pihak, yaitu sekolah, keluarga, dan pemerintah. Guru juga menekankan pentingnya pendidikan moral dan agama untuk membentengi anak dari gencaran media yang tidak bertanggung jawab.

4 komentar:

  1. kau ambil sampel dimana?
    tanggungjawab besar mengenai literasi media lebih berada pada ortu, apalagi seluruh media berada di rumah, iya tak?
    bukan untuk saling lempar tanggungjawab, hanya saja, pernyataan yang ini sulit untuk di laksananakan di sekolah: 'Para guru cenderung kurang mengawasi aktivitas anak dalam mengonsumsi media. Mereka cenderung membatasi peran di lingkungan sekolah saja"

    gurukan juga punya keluarga di rumah rin,,,
    hehehe,,, kerjasama itu di titik beratkan pada keluarganya, hehehe,,, bukan sedang membela sekolahan,,, hoho

    BalasHapus
  2. di Sd sekitar tembalang, mbak...
    di sekitar tembalang kan, sekolahnya relatif em,,, ya biasa ajalah.. tadinya mau ke al-azhar juga, tapi sumpah.. susah banget ditembusnya.

    ya memang, guru tidak sepenuhnya mengawasi siswa. tapi, masa untuk sekedar tahu aktivitas dan frekuensi siswa mengonsumsi media aja mereka gak tahu. lebih konyol lagi, setelah ditanya tentang literasi media, hampir sebagian besar guru bilang gak tau..

    kemudian kita tanya, solusi untuk pengawasan media pada anak mereka malah bilang, "Kita kan gak sepenuhnya sama anak-anak, mbak.. ya gak tahu di luar mereka ngapain.. nonton TV ya, kalo libur boleh aja satu hari nonstop!"

    jawaban seperti itu saja, sudah cukup membuktikan bahwa kurang sekali perhatian terhadap pengonsumsian media anak. saya yakin, ini berbanding lurus dengan kualitas sekolah dan pendidiknya. secara, kami survey di sekolah-sekolah yang memang bisa dikategorikan menengah-ke bawah..

    kami belum survey ke beberapa sekolah yang kualitasnya jauh lebih baik. tapi, secara kenyataan aja, adek saya yang SD juga kan sekolah di SDIT, nah dia mah udah diajarin tentang media-media begituan.. jadi bisa ampe nurut gak nonton Krishna, Shincan, sama apalaah yang kata gurunya gak boleh ditonton. ya, mungkin mbak nuram juga bisa cerita??

    BalasHapus
  3. bagus ini, mantaplah.
    jika sempat, singgah lah kemari.
    jangan lupa di follow yaw

    BalasHapus
  4. yup2... kau tau kenapa beberapa sekolah itu sulit di tembus??? mereka tak ingin terlihat cacat untuk publik...
    sekolah itu,,, idealnya juga mengadakan seminar parenting buat brain storming ke orang tua...
    hehehe...
    aku jadi follower mu...

    BalasHapus